Status-status yang bentuknya menghina, menyakiti, merendahkan kelompok atau kaum minoritas tertentu, saat ini memang merupakan hal biasa yang sering kita temui setiap hari di laman-laman status para pelaku dunia maya. Ucapan-ucapan itu sering terdengar sebagai guyonan, namun dampaknya juga luar biasa kepada orang atau kelompok yang disudutkan. Kebebasan berpendapat memang hak azasi setiap manusia, namun apa jadinya jika kemudian kebebasan mengutarakan segala hal itu digunakan untuk menyudutkan atau mengkerdilkan sekelompok orang atau orang-orang tertentu?
Hate speech atau syiar kebencian merupakan sebuah komunikasi yang beberapa tahun belakang menjadi trend kembali, seiring berkembang pesatnya citizen journalism. Pesan kebencian ini pun mudah serta murah dilakukan, dan biasanya dilakukan untuk meremehkan seseorang atau kelompok orang berdasarkan ras atau orientasi seksual.
Menurut sebuah studi yang dilakukan di Amerika, ada sekitar 75 kode kebencian yang pernah ditemukan di perguruan tinggi dan Universitas di AS pada tahun 1990, pada tahun 1991, jumlah itu meningkat lebih dari 300. Administrator Sekolah mengakui Hate speech ini meningkatkan insiden rasial. Sementara itu sebuah studi melaporkan hatred speech di kampus meningkat 400 persen antara tahun 1985 dan 1990, dan 80 persen insiden pelecehan kata-kata ini tidak dilaporkan. Hasil penelitian ini kemudian membuat pihak kampus membuat beberapa peraturan penting, dengan melarang pembicaraan mengintimidasi, permusuhan, menyinggung serta melarang perilaku yang sengaja menimbulkan tekanan emosional.
Di Indonesia, sejak maraknya infotainment, dan menjamurnya media televisi swasta, banyak orang terkenal dan para artis melakukan hal yang sama dalam statement dan pernyataan-pernyataan mereka, tentu saja dengan memanfaatkan media-media massa yang mewawancarai mereka. Barangkali kita masih ingat ketika seorang staf kepresidenan melakukan hate speech ini untuk menyerang lembaga penyiaran, yang bersangkutan mengimbau lembaga pemerintahan untuk tidak memasang iklan di media yang disudutkannya tadi hanya karena media massa tersebut dianggapnya tidak adil dalam pemberitaan. Pendapatnya tentu saja sah sebagai pandangan dan perwakilan pribadi, namun apakah hal ini secara moral sesuai dengan rambu-rambu kebebasan berpendapat secara umum? Jangankan politisi, atau artis, barangkali secara sadar atau tidak kita sebagai fesbuker secara tidak langsung sudah melakukan syiar kebencian ini kepada Fesbuker lain melalui status-status kita di Facebook.
Barangkali tidak perlu terlalu jauh-jauh mencari contoh, "dia" (teman saya) sudah sering dijadikan sebagai sasaran syiar kebencian ini, dan malangnya dilakukan oleh orang-orang yang CUMA saya kenal di dunia maya.
Menurut Wikipedia, hate speech merupakan sebuah tindakan pelanggaran hak azasi, syiar kebencian ini berupa ucapan-ucapan beragam, berupa pidato, isyarat, tulisan, atau tampilan yang menyinggung dan menyudutkan. Secara hukum tindakan ini salah karena dapat mendorong kekerasan atau tindakan merugikan terhadap atau oleh seorang individu atau kelompok yang diserang. Dampak syiar kebencian tentu saja ditujukan untuk meremehkan, mengucilkan, serta menakutkan seorang individu atau kelompok tertentu. Banyak pelaku tidak sadar jika hate speech yang ditujukan pada pribadi atau perorangan terbukti membuat seseorang yang menjadi korban tersebut menjadi dibenci dan dikucilkan, selanjutnya berefek orang tersebut terpaksa kehilangan pekerjaan, diusir dari kampung halaman, dan pemicu meningkatnya aktivitas bunuh diri.
Hate speech dalam definisi lain disebut juga sebagai pelecehan diskriminatif, umumnya berupa perilaku lisan, tulisan, grafik atau fisik yang terjadi sejak lama, dan menjadi bagian strategi sejak zaman penjajahan dan perang dingin antar negara yang berkonflik. Namun kini lebih diarahkan kepada orang atau sekelompok orang karena ras, warna kulit, asal-usul kebangsaan, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, usia, cacat, atau status veteran dan yang memiliki tujuan atau efek cukup dekat untuk menciptakan lingkungan yang menyinggung, merendahkan, mengintimidasi, atau menimbulkan kebencian dan permusuhan.
Syiar kebencian dalam situs jejaring sosial sebenarnya kini tidak bisa serampangan atau sembarangan dilakukan seseorang. Kita dapat melaporkan kejahatan syiar kebencian ini kepada operator situs jejaring yang ada. Jika cukup jumlah orang yang melaporkan ke operator jejaring tadi maka, si pelaku akan mudah diblokir. Laporan-laporan yang dilakukan beberapa orang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk mengusir orang tersebut dari melakukan tindakan kriminal kata-kata yang dilakukannya.
Kebebasan berbicara memang hak setiap individu, namun jika dilakukan untuk membunuh karakter seseorang tentu saja ini salah dan sangat tidak bermoral. Kebebasan untuk mengatakan apa saja harusnya dilakukan secara bermartabat serta tanggung jawab sosial. Tentu saja penilaian ini sulit. Kita memang bisa mengetik apapun yang kita suka di status Facebook atau laman Twitter kita sendiri, namun sekali lagi, cobalah memilah dan menganulir kembali setiap ucapan yang akan kita umumkan.
Berbagai pandangan dan argumentasi positif dan membangun bisa dilakukan secara langsung dengan cara memberikan kritik positif, terarah dan memiliki jalan keluar, itu pun dilakukan melalui jalur pribadi kepada orang atau kelompok yang bersangkutan. Argumentasi rasional tanpa memprovokasi melalui kekerasan verbal merupakan tindakan terhormat.
Mari bersama-sama kita lindungi hak-hak pribadi dan privasi orang atau kelompok lain. Tolak segala macam bentuk tindakan syiar kebencian ini melalui dunia maya. Kita sepakat bahwa serangan verbal merupakan bentuk lain dari penindasan yang bisa menghambat kemampuan seseorang untuk terus berkarya di kehidupannya.
Ingatlah, it is not about freedom of speech, but it is about behavior.
(Muschaan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar