Memaafkan (Dumay - Facebook)

Dalam satu pelayaranku di dunia maya, saya menemukan satu kalimat menarik di salah satu situs. Kata-kata itu mengagetkanku, bunyinya : "Hal terbaik dalam hidup ini adalah tidak usah pernah memaafkan." Yang mengucapkan ternyata seorang penulis Inggris yang sudah melahirkan karya berupa novel, cerita pendek, dan naskah drama, yaitu P.G. Wodehouse. Lucu kan, kalimatnya? Mungkin yang membaca akan mengerutkan dahi, tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Mungkin ada juga yang langsung antipati dengan pernyataan tersebut. Apa pun reaksinya, saya mengerti bahwa mudah sekali orang beranggapan bahwa nasihat tersebut adalah nasihat yang buruk.

Di dunia maya ini, saya sering sekali mendengar kisah tentang teman-teman dengan segala problem sehari-harinya yang pelik. Sebut saja persoalan cinta, persoalan persahabatan, persoalan iri hati, atau persoalan cemburu. Persoalan-persoalan ini dengan nyatanya membuka watak-watak personal yang terlibat di dalamnya. Contohnya, cobalah intip kisah-kisah bertaburan yang menjadi update status atau catatan. Di sana terdapat kisah-kisah yang pastilah dianggap "remeh" dan sederhana, tapi memiliki peluang untuk direnungkan selama ada ikhtiar untuk melakukannya. Ikhtiar apa? Ikhtiar memaafkan siapa pun yang bersalah. Saya juga seperti itu.

Selama mengenal Facebook, saya selalu berhadapan dengan ribetnya teman-teman. Ada yang mengalami pasang surut cinta, ada yang merasa hidup seperti di atas panggung teater, ada yang tak mampu berinteraksi dengan mantannya, ada yang selalu ingin memposisikan diri sebagai orang penting, ada yang ingin menikam punggungku dengan berbagai cara. Macam-macam. Dan yang paling menciptakan intensitas dan teror terbesar, yang sering saya amati, adalah kekalutan setiap orang dengan segala keterbatasan dirinya.

Hidup kita seharusnya ringkas dan dunia maya juga seharusnya ringkas. Benarkah begitu? We wish .. Sederhananya, saya online Facebook untuk bersenang-senang. Kalau saja, hidupku hanya berfokus di dunia maya dan tak memiliki pekerjaan lain yang harus dihidupi. Sekali lagi, kalau saja, teman .. Tapi itu tidak mungkin. Saya memiliki mata pencarian lain yang menghidupiku. Sementara, pada kenyataannya online di dunia maya menuntut kekuatan dan intensitas yang harusnya terjaga. Ini seni yang lain: Seni mendengarkan keribetan kalian. Saya menjadi prihatin dengan karena sulit
melakukannya untuk teman-teman mayaku. Tapi, kembali lagi ke tulisanku, akhirnya kata "maaf" menjadi jawaban standar dan solusi untuk setiap masalah. Online kerap ditutup dengan saling memaafkan sesama. Saya harus memaafkan ribet dan sinisnya dunia maya.

Kutipan Wodehouse yang kutemukan sungguh mencerahkanku "Hal terbaik dalam hidup ini adalah tidak usah pernah memaafkan Benarkah demikian? Dengarkan kutipan
kelanjutannya "Sebab orang-orang yang baik tidak membutuhkan maaf, dan orang-orang yang buruk selalu memanfaatkannya. Baiklah, berarti saya terbebaskan dari keharusan menerima maaf orang-orang yang berbuat salah pada saya. Berarti saya bisa mengabaikan orang-orang yang melaknatiku. Saya akan cukup memberi maaf pada diriku sendiri, maaf karena saya memiliki keterbatasan, maaf karena saya memiliki idealisme yang terlalu tinggi, maaf karena saya adalah orang baik yang tak perlu menerima maaf. Mungkin di sinilah ucapan lain bersinar - ucapan yang menjadi panduan di kepalaku selalu "ubahlah dirimu sendiri sebelum mengubah dunia". Sebab kamu, saya, dan kita semua, sebagai manusia biasa yang terus menerus bergerak di dunia maya, maafkan dirimu sendiri. Mungkin itu adalah permulaan kemerdekaanmu yang diartikulasikan dengan paling sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar