Aku yang berdiri pada petang selalu membasuh setiap waktu yang berlalu bergegas dengan rindu yang basah padamu. Lalu kutorehkan noktah-noktahnya pada tepian senja yang jatuh setiap hari, dengan sebuah harapan sederhana : Agar senja yang membawa lengket rindunya itu akan menyapa rembulan yang
sebentar lagi akan timbul & bertahta di rangka langit.
Dan cahaya yang dipantulkannya kembali ke mata sejukmu.
Rindu dan jarak, kerapkali menciptakan keanehan. Bahwa rindu pada akhirnya bisa melipat jarak, pada titik terdekat antara kita. Bahwa jarak tak ubahnya
hanya sebuah helaan nafas yang kuat menarik segenap semesta rindu yang terhampar luas &
membuat kita larut pada sesuatu yang mungkin tak pernah bisa kita pahami, kapan mulainya & kapan selesainya.
Semuanya begitu lekas & menyisakan rasa di sudut batin. Kita hanya bisa bersenandung merepih pilu & membuat segenap angan terbang liar mencabik
cakrawala seraya menyimpan segala asa & rindu pada diam, pada keheningan, pada tembang lama yang kita lantunkan & bergema lirih hingga ke sudut sepi sanubari. Karena apa yang kini ada, adalah tempat dimana angin segala musim bertiup & arus semua sungai bermuara.
Bagai gelombang, waktu menggilas apapun tanpa peduli. Segala hal yang indah & pahit telah dilalui, yang selalu saja ada ruang luntuknya. Dimana aku, selalu
melafalkan pelan namamu, "Sang Mawar"
Masih menikmati sunyi tanpamu yang telah bermain-main dengan malaikat kecil dalam mimpi,
bagaimanapun itu, begitu melenakan. Karena aku dan
juga kau selalu berusaha menikmatinya dari detik ke
detik dengan ratap tertahan & harapan yang menggantung di sana.
Matamu mendadak menghangat saat bait demi bait kata-kata ini kau telusuri saat terjaga. Kerap terkulai tanpa daya menggapai asa di lereng langit yang telah beku dicekam gigil rindu lalu luruh satu persatu, serupa hujan membasahi belantara tak berujung.
Memori yang telah terpahat rapi pada dinding rasa adalah rumah
tempat kita pulang & berteduh dari reruntuhan musim. Pada akhirnya, hasrat itu akan kita titipkan bersama pada bentang bianglala, lantas menikmatinya, seraya
berucap lirih :
"Jejak itu akan ada disana, dalam keindahan rindu yang menjelma menjadi pelita berpendar terang yang jatuh di sepanjang perjalanan"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar