Musim penghujan,
Ya, memang ini musim penghujan. Marilah kita bercerita.
Kau mau, kan?
Ah, kau selalu terlalu banyak diam, atau aku yang selalu tidak punya banyak waktu ? Terbenam dalam langkah-langkahku sendiri, pada arahku sendiri.
Maaf, Marilah duduk bersamaku. Kita bercerita. Bukankah dulu kita pernah bercerita panjang? Aku lupa mengapa kita begitu sedih saat bercerita kali itu. Cerita yang diakhiri dengan tangisku. Juga tangismu. Kau, seharusnya kau tidak menangis.
Kita juga pernah bercerita lama setelah jauh dari percakapan kita sebelumnya. Kita akhiri dengan air mata juga.
Benarkah?
Mungkin, karena itu kau, ah, bukan kau, aku, kita, tidak pernah bercerita lama lagi. Kita tidak ingin menangis lagi. Benarkah? Tapi, marilah bercanda malam ini. Aku tidak akan membawakan cerita sedih. Aku juga tidak akan memarahimu. Aku tidak akan melakukan ini itu. Aku tidak akan membuatmu menangis.
Jadi, marilah duduk bersamaku, kita bercerita. Kita akan bicara tentang tawa. Atau, kita bicarakan tentang hujan saja?
Tahukah kau, dalam Desember dan Januari nanti, dalam butir2 hujannya yang jatuh, dia selalu menyelipkan cerita buatmu. Sebenarnya, tidak hanya Desember dan Januari. Selalu ada cerita untukmu yang terselip dalam setiap detak. Namun dalam Desember, hujan membawakan cerita rindu tentangmu, tentu saja. Kita akan selalu bercerita bersama. Tentang apa saja dan tidak akan kita akhiri dengan tangis, tentu saja.
Kita akan selalu bersama bahagia. Subuh datang tidak terlalu terburu2 kali ini. Ia masih di sini. Dan saat ia kembali, aku ingin titipkan satu cerita kepada-Nya, untukmu. Semoga sampai juga pesan singkat itu,
"Aku Rindu Kamu"
Relung hati tertoreh sayatan rasa
Dalam menempati dasar purba
Itu sebab bulan merindukan bumi
Seperti matahari merindukan awan
Kau & aku tak pernah salah rasakan ini
Kata demi kata
Rasa demi rasa
Wahai kau permata
Baluran rasa cinta telah meraja
Terpatri melekat di sisi jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar